Makalah
ASURANSI SYARIAH
TUGAS
disusun
untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengantar Asuransi Syariah
pada jurusan Ekonomi Syariah
pada jurusan Ekonomi Syariah
Dosen
Pembina:
Ade
Sarwan Lc., M.Sh.
Oleh:
Fadly Ramadhan - 150602086
Sukma Umri – 150602104
Jacky Putra Kennedy - 150602098
FAKULTAS
EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UIN
AR-RANIRY
2016
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Asuransi adalah
istilah yang digunakan untuk merujuk pada tindakan, sistem, atau bisnis di mana perlindungan finansial (atau ganti rugi
secara finansial) untuk jiwa, properti, kesehatan dan lain sebagainya
mendapatkan penggantian dari kejadian-kejadian yang tidak dapat diduga yang
dapat terjadi seperti kematian, kehilangan, kerusakan atau sakit, di mana
melibatkan pembayaran premi secara teratur dalam jangka waktu tertentu sebagai
ganti polis yang menjamin perlindungan tersebut. Istilah
"diasuransikan" biasanya merujuk pada segala sesuatu yang mendapatkan
perlindungan.[1]
Beberapa orang
menganggap asuransi sebagai suatu bentuk taruhan yang berlaku selama periode
kebijakan. Perusahaan asuransi bertaruh bahwa properti pembeli tidak akan
hilang ketika pembeli membayarkan uangnya. Perbedaan pada biaya yang dibayar
kepada perusahaan asuransi melawan dengan jumlah yang dapat mereka terima bila
kecelakaan terjadi hampir sama dengan bila seseorang bertaruh di balap kuda
(misalnya, 10 banding 1).
Karena alasan ini, beberapa kelompok agama
termasuk Amish menghindari asuransi dan bergantung kepada dukungan yang
diterima oleh komunitas mereka ketika bencana terjadi. Dalam komunitas yang
hubungan erat dan mendukung di mana orang-orangnya dapat saling membantu untuk
membangun kembali properti yang hilang, rencana ini dapat bekerja. Kebanyakan
masyarakat tidak dapat secara efektif mendukung sistem seperti di atas dan
sistem ini tidak akan bekerja untuk risiko besar.
B. RUMUSAN MASALAH
1.
Definisi Asuransi Syariah
2.
Sejarah Asuransi Syariah
3.
Landasan Teori Asuransi
Syariah
4.
Landasan Hukum Asuransi
Syariah
5.
Tujuan Asuransi Syariah
BAB II
PEMBAHASAN
A.
DEFINISI ASURANSI SYARIAH
Dalam bahasa
Arab, asuransi dikenal dengan istilah at-ta'min, penanggung disebut mu’ammin,
tertanggung disebut mu'amman lahu atau musta'rnin. At-ta'min diambil dari amana
yang artinya memberi per¬ketenangan, rasa aman, dan bebas dari rasa takut, seperti
yang tersebut dalam QS. Quraisy (106): 4, yaitu "Dialah Allah yang
mengamankan mereka dari ketakutan.”[2]
Pengertian dari at-ta'rnin adalah seseorang membayar/menyerahkan uang cicilan
untuk agar ia atau ahli warisnya mendaratkan sejumlah uang sebagaimana yang
telah dise-pakati, atau untuk mendapatkan ganti terhadap hartanya yang hilang.[3]
Pengertian
Asuransi Syariah berdasarkan Dewan Syariah Nasional (DSN) dan Majelis Ulama
Indonesia (MUI) adalah sebuah usaha saling melindungi dan tolong menolong di
antara sejumlah orang melalui investasi dalam bentuk aset dan/atau tabarru’
yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu melalui Akad
yang sesuai dengan syariah. Asuransi Syariah adalah sebuah sistem di mana para
peserta mendonasikan sebagian atau seluruh kontribusi/premi yang mereka bayar
untuk digunakan membayar klaim atas musibah yang dialami oleh sebagian peserta.
Proses hubungan peserta dan perusahaan dalam mekanisme pertanggungan pada
asuransi syariah adalah sharing of risk atau “saling menanggung risiko”.
Apabila terjadi musibah, maka semua peserta asuransi syariah saling menanggung.
Dengan demikian, tidak terjadi transfer risiko (transfer of risk atau
“memindahkan risiko”) dari peserta ke perusahaan seperti pada asuransi
konvensional. Peranan perusahaan asuransi pada asuransi syariah terbatas hanya
sebagai pemegang amanah dalam mengelola dan menginvestasikan dana dari
kontribusi peserta. Jadi pada asuransi syariah, perusahaan hanya bertindak
sebagai pengelola operasional saja, bukan sebagai penanggung seperti pada
asuransi konvensional.[4]
B.
SEJARAH ASURANSI SYARIAH
Perkembangan
asuransi dalam sejarah Islam sudah lama terjadi. Istilah yang digunakan
tentunya berheda-beda, tetapi masing-masing memiliki kesamaan, yaitu adanya
pertanggungan oleh sekelompok orang untuk menolong orang lain yang berada dalam
kesulitan.
Dalam Islam,
praktik asuransi pernah dilakukan pada masa Nabi Yusuf as. yaitu pada saat la menafsirkan
mimpi dari Raja Firaun. Tafsiran yang ia sampaikan adalah bahwa Mesir akan mengalami
masa 7 (tujuh) panen yang melimpah dan diikuti dengan masa 7 (tujuh) tahun
paceklik. Untuk menghadapi masa kesulitan (paceklik) itu, Nabi Yusuf as.
me-nyarankan agar menyisihkan sehagian dari basil panen pada masa tujuh tahun
pertama. Saran dari Nab' Yusuf as. ini diikuti oleh Raja Firaun, sehingga masa
paceklik bisa ditangani dengan baik.[5]
Pada
masyarakat Arab sendiri terdapat sistem 'aqilah yang sudah menjadi
kebiasaan mereka sejak masa pra-Islam. 'Aqilah merupakan cara penutupan
(istilah yang digunakan oleh AM. Hasan Ali)[6]
dari keluarga pembunuh terhadap keluarga korban (yang terbunuh). Ketika
terdapat seseorang terbunuh oleh anggota suku lain, maka keluarga pembunuh
harus membayar diyat dalam bentuk uang darah.[7]
Kebiasaan ini kemudian dilanjutkan oleh Nabi Muhammad SAW yang dapat terlihat
pada Hadis berikut ini.
Diriwayatkan
oleh Abu Hurairah r.a, dia berkata: Berselisih dun orang wanita dari suku
Huzail, kemudian salah saw wanita tersebut melempar batu ke wanita yang lain
sehingga mengakibatkan kerma inn wanita tersebut beserta janin yang
dikandungnya. Maka cddi waris dari wanita yang meninggal tersebut mengadukan
peristiwa tersebut kepacla Rasulullah SAW, maka Rasulullah SAW. memutuckan
ganti rugi dari pembunuhan terhadap janin tersebut dengan pembebasan seorang
budak laki-laki atau perempuan, dan memutuskan ganti rugi kematian wanita
tersebut dengan wing darah (diyat) yang dibayarkan oleh agilahnya (keralmt dal
orang tua laki-Iaki). (HR. Bukhari)[8]
Praktik `aqilah
yang dilakukan oleh masyarakat Arab ini sama dengan praktik asuransi pada saat
ini, di mana sekelompok orang membantu untuk menanggung orang lain yang
tertimpa musibah. Dalam hal kaitannva dengan praktik pertanggungan ini, Nabi
Muhammad SAW. juga memuat ketentuan dalam pasal khusus pada Konstitusi Madinah.
yaitu Pasal 3 yang isinya: "Orang Quraisy yang melakukan perpindahan (ke
Madinah) melakukan pertanggungan bersama dan akan saling bekerja sama memhayar
uang darah di antara mereka".[9]
Perkembangan
praktik `aqilah yang sama dengan praktik asuransi ternyata tidak hanya
diterapkan pada masalah pidana, tetapi juga mulai diterapkan dalam bidang
perniagaan. Sering kali disebutkan dalam beberapa buku yang membahas mengenai
sejarah asuransi bahwa asuransi pertama kali dilakukan di Italia berupa
asuransi perjalanan laut pada abad ke-14. Namun, sebenarnya sebelum abad ke-14
asuransi telah dilakukan oleh orang-orang Arab sebelum datangnya Islam yang
dibawa oleh Nabi Muhammad SAW. Orang-orang Arab yang mahir di bidang
perdagangan telah melakukan perdagangan ke negara-negara lain melalui jalur laut.
Untuk melindungi barang-barang dagangannya mereka mengasuransikannya dengan
tidak menggunakan sistern bunga dan riba. Bahkan Nabi Muhammad SAW sendiri asuransi
ketika melakukan perdagangan di Mekkah.[10]
Suatu ketika Nabi Muhammad SAW. turut dalam perdagangan di Mekkah dan seluruh
armada dagangannya terpecah belah oleh suatu bencana, hilang di padang pasir,
kemudian, para pengelola usaha yang merupakan anggota dana kontribusi membayar
seluruh barang dagangan termasuk harga unta dan kuda yang hilang, kepada para
korban yang selamat dan keluarga korban yang hilang. Nabi Muhammad SAW yang
pada saat itu berdagang degan modal dari
Khadijah juga telah menyumbangkan dana pada dana kontribusi tersebut dari
keuntungan yang telah di perolehnya.
C.
LANDASAN TEORI
Asuransi menurut Ensiklopedi
Hukum Islam di sebut dengan at-Ta’min yaitu transaksi perjanjian antara dua
pihak, pihak yang satu berkewajiban memberikan jaminan sepenuhnya kepada
pembayar iuran jika terjadi sesuatu yang menimpa pihak yang pertama sesuai
dengan perjanjian yang telah dibuat.[11]
Para ahli fiqih terkini,
seperti Wahbah Az-Zuhaili, mendefinisikan asuransi syariah sebagai at-ta’min
at-ta’awuni (asuransi yang bersifat tolong-menolong), yaitu kesepakatan
beberapa orang untuk membayar sejumlah uang sebagai ganti rugi ketika salah
seorang diantara mereka ditimpa musibah. Musibah itu dapat berupa kematian,
kecelakaan, sakit kecurian, kebakaran, atau bentuk-bentuk kerugian lain.[12]
AM. Hasan Ali menjelaskan bahwa, asuransi merupakan suatu perjanjian, dimana
seseorang penanggung mengikatkan diri kepada seseorang tertanggung dengan
menerima premi, untuk memberikan penggantian kepadanya karena kerugian, kerusakan
atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya
karena suatu peristiwa yang tak tentu. Tujuannya adalah untuk menghilangkan
atau meringankan kerugian dari peristiwa-peristiwa yang terkadang menimpa
mereka.
Musthafa Ahmad az-zarqa[13]
memaknai asuransi adalah sebagai suatu cara atau metode untuk memelihara
manusia dalam menghindari risiko (ancaman) bahaya yang beragam yang akan
terjadi dalam hidupnya, dalam perjalanan kegiatan hidupnya atau dalam aktivitas
ekonominya. Ia berpendapat bahwa sistem asuransi adalah sistem ta’awun dan
tadhamun yang bertujuan untuk menutupi kerugian peristiwa-peristiwa atau
musibah-musibah oleh sekelompok tertanggung kepada orang yang tertimpa musibah
tersebut. Penggantian tersebut berasal dari premi mereka.
Di Indonesia sendiri, asuransi
Islam sering di kenal dengan istilah takaful. Kata takaful berasal dari
takafala-yatakafalu, yang berarti menjamin atau saling menanggung.[14]
Moh. Ma’sum Billah memaknakan takaful dengan: “mutual guarantee provided by a
group of people living in tha same society against a defined risk or
catastrophe befalling one’s life, property or any form of valuable things.”
(jaminan bersama yang disediakan oleh sekelompok masyarakat yang hidup dalam satu
lingkungan yang sama terhadap risiko atau bencana yang menimpa jiwa seseorang,
harta benda, atau segala sesuatu yang berharga).[15]
Muhammad Syakir Sula
mengartikan takaful dalam pengertian muamalah adalah saling memikul risiko di
antara sesama orang, sehingga antara satu dengan lainnya menjadi penanggung
atas risiko yang lainnya.[16]
Menurut fatwa Dewan Syariah
Nasional (DSN), asuransi adalah usaha saling tolong-menolong dengan perantara
sejumlah uang melalui investasi dalam bentuk asset atau tabarru’[17]
yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu melalui akad
yang sesuai dengan syariah dan tidak mengandung gharar (penipuan), maysir
(perjudian), riba, zhalim, suap dan maksiat.[18]
Dengan demikian dapat dipahami
bahwa, asuransi adalah usaha saling memikul risiko di antara sesama anggota
sehingga antar satu dengan lainnya saling memikul risiko. Hal ini dilakukan
dilakukan atas dasar saling menolong dalam kebaikan.
Pada dasarnya Al-Qur’an tidak
menyebutkan secara logis ayat yang menjelaskan tentang praktik asuransi. Namun
para pakar ekonomi syariah dalam membahas dan membolehkan asuransi sebagai
sebuah transaksi perbankan, mereka berpedoman pada ayat Al-Qur’an dan hadits
secara umum yakni menyangkut nilai dasar tolong-menolong, kerja sama atau
semangat dalam kehidupan bermasyarakat untuk berbuat kebajikan dan takwa.[19],
hal ini sesuai dengan Firman-Nya dalam surat al-Maidah ayat 2 berikut:
Artinya: “...... Dan
tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan
tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. Bertakwalah kepada Allah SWT
sesungguhnya Dia sangat berat siksa-Nya.”
(Qs. Al-Maidah: 2).
D.
LANDASAN HUKUM
1.
Al-Qur'an
Apabila di sepintas keseluruhan ayat Al-Qur’an, tidak
terdapat satu ayat pun yang menyebutkan istilah asuransi seperti yang kita
ketahui sekarang ini, baik istilah "al-ta'min" ataupun “al-takaful”.
Namun demikian, walaupun tidak menyebutkan secara tegas, terapat ayat yang menjelaskan
tentang Konsep asuransi dan yang memiliki muatan nilai-nilai dasar yang ada
dalam praktik asuransi diantara ayat-ayat Al-Qur'an tersebut antara lain:
a. Perintah Allah untuk Mempersiapkan Hari Depan
1) QS. al-Hasyr (59): 18
"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah
dan hendaklah setiap diri mermerhatikan apa yang telah dibuat untuk hari esok
(masa depan). Dan bertakwalah kepada Allah se.ungguhnya Allah maha Mengetahui
yang kamu kerjakan,"
2) QS. Yusuf (12) 47-49
"Yusuf berkata. suraya kamu bertanam tujuh tahun
(lamanya) sebagai mana biasa. Maka, apa yang kamu tuai hendaklah kamu biarkan
di bulirnya kecuali sedikit untuk kamu makan. Kemudian sesudah itu akan datang
tujuh tahun yang amat sulit yang menghabiskan apa yang kamu simpan untuk menghadapinya(tahun
sulit), kecuali sedikit dari (bibit gandum) yang kamu simpan Kemudian akan
datang tuhun yang padanya manusia diberi hujan (dengan rukup) dan di masa itu
mereka memeras anggur. "
b. Perintah Allah untuk Saling Menolong dan Bekerja Sama
1) QS. al-Maidah
(5): 2
"... Tolong-menolong kamu dalam (mengerjakan) kebaikan
dan tak-wa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah
kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa¬Nya. "
2) QS.
al-Baqarah (2): 185
"... Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak
menghendaki kesukaran bagimu ..."
c. Perintah Allah untuk Saling Melindungi dalam Keadaan Susah
1) QS.
al-Quraisy (106): 4
“yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan
lapar dan mengamankan mereka dari ketakutan."
2) QS.
al-Baqarah (2): 126
"Dan ingatlah ketika Ibrahim berdoa, "Ya tuhanku,
jadikanlah negeri ini negeri yang aman sentosa (selamat)."
d. Perintah Allah untuk Bertawakal dan Optimis Berusaha
1) QS. al-Taghaabun (64): 11
"Tidak ada sesuatu musibah pun yang menimpa seseorang
kecuali dengan izin Allah ..."
2) QS. Luqman (3): 34
"Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah
pengetahuan tentang hari kiamat; dan Dialah yang menurunkan hujan, dan
mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan. tidak seorang pun yang dapat
mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok; dan tiada seorang
pun yang dapat mengetahui di bumi mana ia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui
lagi Maha Mengenal."
e. Prnghargaan Allah Terhadap Perbuatan Mulia yang Dilakukan
Manusia
QS. al-Bagarah (2) :261
"perumamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan
hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan
tujuh bulit, pada tiap-tiap bulir; seratus biji. Allah me lipatgandakan
(ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Mahaluas (karunia-Nya) lagi
Maha Mengetahui."
2. Sunnah Nabi SAW.[20]
a. Hadis tentang Aqilah
Diriwayatkan oleh Abu Hurairah r.a, dia berkata: "Berselisih
dua orang wanita dari suku Huzail, kemudian salah satu wanita tersebut melempar
batu ke wanita yang lain sehingga mengakibatkan kematian wanita tersebut
beserta janin yang dikandungnya. Maka ahli waris dari wanita yang meninggal
tersebut mengadukan peristiwa tersebut kepada Rasulullah SAW, maka Rasulullah
SAW. memutuskan ganti rugi dari pemhunuhan terhadap janin tersebut dengan
pembebasan seorang budak laki-laki atau perempuan, dan memutuskan ganti rugi
kematian wanita tersebut dengan uang darah (diyat) yang dibayarkan oleh
(kerabat dari orang tua laki-laki)." (HR. Bukhari)
b. Hadis tentang Mengurus Anak Yatim
Diriwayatkan dari Sabal bin Sa’ad mengatakan Rasulullah telah
bersabda: "Saya dan orang yang menaggung anak yatimnanti akad di surga
seperti ini." Rasulullah bersabda sambil menunjukkan telunjuk dan jari
yang tengah.(HR. Bukhari)
c. Hadis tentang Menghindari Risiko
Diriwayatkan dari Anal bin Malik r.a, bertanya seseorang
kepada Rasulullah SAW .tentang (untanya): “apa (unta) ini saya ikat saja
atau langsung saya bertawakal pada (allah SWT)?” bersabda Rasulullah SAW:
“pertama ikatlah unta itu kemudian bertawakalah kepada allah SWT.” (HR.
At-Turmudzi)
d. Hadis tentang Piagam Madinah
“Dengan narna Allah
Yang maha pengasih lagi maha penyayang ini
adalah piagarn dari Muhammad, Nabi SAW., dikalangan mukminin dan
muslimin (yang berasal) dari Quraisy dan Yatsrib, dan orang yang mengakui merka,
menggabungkan diri dan berjuang bersama mereka.. Sesungguhnya mereka satu umat,
lain dari (komunitas) manusia yang lain. Kaum muhajirin dari Quraisy sesuai
keadaan (kebiasaan) mereka, bahu-membahu membayar tebusan tawanan dengan cara
yang adil di antara mukminin.”
3.
UU/Regulasi Asuransi Syariah di
Indonesia
Dari segi hukum positif, hingga saat ini asuransi syariah
masih mendasarkan lagalitasnya pada UU No. 2 tahun 1992 tentang Usaha
Perasuransian yang sebenarnya kurang mengakomodasi asuransi Islam di Indonesia
karena tidak mengatur mengenai keberadaan asuransi berdasarkan prinsip syariah.
Pasal 1 undang-undang ini menyebutkan definisi asuransi sebagai berikut:
“Asuransi
atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih; dengan mana
pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi
asuransi, untuk memberikan pengantian kepada tertanggung karena kerugian,
kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan atau tanggung jawab hukum
kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertnaggung, yang timbul dari
suatu peristiwa yang tidak psti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang
didasarkan atas meninggal atau hidupnya seorang yang dipertanggungkan”.
E.
TUJUAN ASURANSI SYARIAH
1. Saling
bertanggung jawab
Hadis Nabi Muhammad SAW:
a.
"Kedudukan hubtingan persaudaraan dan perasaan
orang-orang yang beriman antara satu dengan lainnva seperti satu tubuh, apa
bila salah satu anggota tubuhnya sakit. maka seluruh anggota tuhuh lainnya ikut
merasakannv a." (diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim)
b.
"Seorang mukmin dengan mukmin lainnva ibarat
sebuah bangunan yang tiap-tiap bagiannva saling menguatkan bagian yang lain:'
(diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim)
c.
"Setiap orang dari kamu adlah permikul tanggung
jawab, dan setiap kamu bertanggung jawab atas orang-orang yang berada di bawah tanggung
jawabnya” (diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim).
d.
"Seseorang belum dikatakan beriman sebelum ia
mencintai saudaranya seperti ia mencintai dirinya sendiri." (diriwayatkan
oleh Bukhari)
e.
“Barang siapa yang tidak mempunyai perasaan belas
kasihan, maka ia tidak akan mendapatkan belas kasihan (dart Allah)."
(diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim)
2. Saling Bekerja Sama untuk Bantu Membantu
Hal ini sebagaimana yang diperintahkan Allah SWT dalam Al-Qur'an,
dan Hadis Rasulullah SAW. sebagaimana yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim, dan
Abu Daud, sehagai berikut:
a. Al-Qur'an
1) QS. al-Maidah
(5); 2
“...Dan tolong-menolonglah kamuu dalam (mengerjakan) kebaikan
dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran....”
2) QS.
al-Baqarah (2): 177
“Bukanlah menghadapkan wajahmu ke urah timur dan barat itu suatu
kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah,
hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitub,nabi-nabi. dan memberikan harta
yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir
(yang memerlukan pertalongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan)
hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang
menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam
kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan.mereka itulah orang-orang yag
benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang bertakwa.”
3. Saling Melindungi dari Segala Kesusahan
Hal ini sebagaimana yang diperintahkan Allah SWT. dalam
Al-Qur'an dan Hadis Rasulullah SAW. sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ibnu
Majah, Ahmad, dan Al-Bazzar, sebagai berikut:
a. Al-Qur'an
l) QS. Quraisy (106): 4.
"(Allah) yang telah memberi rnakan kepada mereka untuk
menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari ketakutan."
2) QS. al-Bagarah (2): 126
“Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berdo'a "ya Tuhanku,
jadikaniah negeri ini, negeri yang aman sentosa, dan berikanlah rezeki dari buah-buahan
kepada penduduknya yang beriman di antara mereka kepada Allah dan hari kemudian
..."
b. Hadis Nabi Muhammad SAW:
1) "Sesungguhnya seseorang yang beriman itu ialah
barang siapa yang memberi keselamatan dan perlindungan terhadap harta dan jiwa raga
manusia" (diriwayatkan oleh Ihbnu Majah).
2) "Demi diriku yang dalam kekuasaan Allah bahwasanya
tiada seorangpun yang masuk surga
sebelum rnereka memberi perlindungan kepada tetangganya yang berada dalam kesempitan,"
(diriwayatkan oleh Ahmad)
3) “tidaklah beriman seseorang itu selama ia dapat tidur
nyenyak dengan perut kenyang sedangkan tetangganya meratap karena kelaparan (diriwayatkan
oleh Al- Bazzaar)
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan:
Konsep asuransi syariah
berasaskan konsep takaful yaiutu perpaduan rasa tanggungjawab dan persaudaraan
antara peserta. Yang kemudian berkembang dengan pesat hingga ke negara-negara
yang berpenduduk nonmuslim sekalipun di Eropa dan Amerika.
DAFTAR
PUSTAKA
Wirdyaningsih,karnaen,gemala,yeni. Bank
dan Asuransi Islam di Indonesia. Ed. 1. Cet. 2.Jakarta:Prenada Media Group,
2005.
Aviable from:http://caknenang.blogspot.co.id/2011/04/landasan-teoritis-mengenai-asuransi.html. Accesed:2016,April 15.
[1]
http://www.wikipedia.com//asuransi
[2] Mhammad
Syakir Sula, Asuransi Syariah (Life and General): Konsep dan Sistem
Operasional, cet. 1, (Jakarta: Gema Insani Press, 2004), hlm. 28.
[3] Ibid.
[4]
http://asuransisyariah.asia/product/4/94/Pengertian-Asuransi-Syariah
[5] LihT QS.
Yusuf (12) :46-49
[6] Ali,
Op.cit., hlm. 68.
[7] Ibid.,
hlm. 67-68 dan Sua, Op.cit., hlm. 31.
[8] Afzalur
Rahman, Doktrin Ekonomi Islam, jilid 4, diterjemahkan oleh Soeroyo dan
Nastangin, (Yogyakarta: Dana Bahkti Wakaf, 1996), hlm. 44.
[9] Ali,
Op.cit., hlm.68,
[10] Afzalur
Rahman, Doktrin Ekonomi Islam, jilid 4, diterjemahkan oleh Soeroyo dan
Nastangin, (Yogyakarta: Dana Bahkti Wakaf, 1996), hlm. 44.
[11] Abdul Aziz Dahlan dkk (ed), Ensiklopedi Hukum Islam,
(Jakarta: Ichtiar Baru van Hoeve, 1996), hlm. 138.
[15] AM. Hasan Ali, Asuransi dalam Perspektif Hukum
Islam, Suatu Tinjauan Analisis Historis, Teoritis, dan Praktis, (Jakarta:
Kencana, 2004), hlm. 62.
[17] Tabarru’ adalah pemberian sukarela
seseorang kepada orang lain, tanpa ganti rugi, yang mengakibatkan berpindahnya
kepemilikan harta itu dari pemberi kepada orang yang diberi. Lihat: Nogarsyah Moede Gayo, Buku
Pintar Islam, (Jakarta: Ladang Pustaka dan Intimedia,t.t.,), hlm. 66.
[19] AM. Hasan Ali, Asuransi dalam Perspektif Hukum
Islam, Suatu Tinjauan Analisis Historis, Teoritis, dan Praktis, hlm. 105.
[20]
Disarikan dari A. M. Hasan Ali,Asuransi dalam Perspektif Hukum Islam: Suatu
Tujuan Analisis Historis, Teoritis, dan Praktis, (Jakarta: Kencana, 2004),
hlm. 113-124.
MAKALAH PENGANTAR ASURANSI SYARIAH
Reviewed by Unknown
on
00.50
Rating:
1 komentar:
Harrah's Cherokee Casino Resort - Mapyro
Find Harrah's Cherokee Casino Resort, AAA 강릉 출장안마 Four Diamond 동두천 출장샵 Award-winning 화성 출장샵 casino, food and beverage options and find 사천 출장샵 the perfect place to stay. 부산광역 출장샵
Posting Komentar